Pages

Sabtu, 17 September 2011

Ketika Warga Biasa Menjadi Jurnalis – Antara Kebutuhan dan Problem

Pembicara : Agus Sudibyo ( Dewan Pers )


 

Apa yang terlintas di pikiran anda ketika melihat kumpulan video tsunami diatas? Apakah anda berpikir betapa hebatnya seorang jurnalis yang dapat memprediksi kapan dan dimana datangnya bencana alam sehingga mereka sudah siap-siap berada di lokasi kejadian?

Tentu tidak, jurnalis bukan seperti almh. Mama Lauren yang bisa meramal kejadian yang akan datang. Video di atas bukanlah hasil rekaman para jurnalis professional melainkan warga yang kebetulan sedang berada di lokasi kejadian dan merekamnya yang kemudian video tersebut diizinkan untuk dipublikasi oleh para jurnalis kepada masyarakat luas. Inilah yang dinamakan jurnalisme warga.

Apa itu Jurnalisme Warga?

Jurnalisme warga atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif warga negara dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. Jurnalisme warga adalah bentuk khusus dari media warga yang informasinya berasal dari warga itu sendiri. Dengan berkembangnya jurnalisme warga maka menempatkan masyarakat sebagai wartawan, masyarakat tidak lagi sekedar menjadi penonton tapi juga turut aktif sebagai problem solving.

Bentuk model pewartaan semacam ini makin mendapat sambutan ketika internet berkembang. Berbagai layanan seperti weblog, chat room, mailing list, facebook, twitter, bahkan layanan video seperti Youtube memungkinkan siapa pun menjadi pewarta. Ditambah lagi bahwa teknologi yang semakin lama semakin murah, dengan bermodalkan handphone kamera seharga 200 hingga 300 ribu rupiah, anda sudah bisa menjadi jurnalis warga. Ketika melihat sesuatu yang bisa dijadikan berita, seperti melihat adanya kebakaran, kecelakaan, dsb; anda tinggal memotretnya dengan handphone dan disebarluaskan.
Contoh Jurnalisme Warga melalui Twitter
Tak hanya melalui internet saja, melalui media konvensional pun anda bisa  melakukan kegiatan jurnalistik,. Seperti stasiun radio dan televisi yang memberikan fasilitas bagi anda untuk dapat melakukan kegiatan jurnalistik. Misalnya, radio Sonora yang memberikan kesempatan kepada anda untuk melaporkan info lalu lintas seperti kemacetan. Di televisi juga tersedia bagi anda untuk mengirimkan video hasil liputan anda yang mengandung nilai berita seperti di SCTV (citizen6@liputan6.com) atau Metro TV. Jika Anda sudah melakukan salah satu daripada itu anda telah melakukan jurnalisme warga!

SCTV yang mendukung Jurnalisme Warga melalui program Citizen6


Kenapa Harus Jurnalisme Warga?

Lama kelamaan dengan bergulirnya waktu membuat jurnalisme warga yang tadinya lebih berkembang di luar negeri sekarang semakin marak dan berkembang juga di Indonesia.
Pertanyaannya, Mengapa justru jurnalisme warga yang semakin berkembang bukan jurnalisme yang sebenarnya?
Menurut Bpk. Agus Sudibyo saat memberi kuliah Kapita Selekta minggu lalu, jawabannya adalah karena adanya paradoks komunikasi massa. Maksudnya, bahwa komunikasi massa sesungguhnya melibatkan semua orang untuk dapat menjadi komunikator tetapi faktanya media massa seperti TV, media cetak, dll hanya melakukan komunikasi satu arah, penonton hanya pasif tidak dapat memberi respon apapun yang menyebabkan terjadinya difusi informasi. Contoh saat lebaran kemarin banyak yang meninggal akibat kecelakaan dalam perjalanan pulang kampung tapi tidak semua nya diberitakan oleh media. Sedangkan ketika istri Saiful Jamil meninggal maka ramai-ramai tiap media memberitakan berita tersebut. Disinilah bahwa terlihat media tidak adil. 

Selain itu, media serasa asik dengan dirinya sendiri, seakan tahu akan kebutuhan masyarakat tapi kenyataannya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Media tidak benar-benar menyadari pelibatan publik dalam penentuan agenda setting media sebagai konsekuensi status ruang publik. Menentukan skala prioritas pemberitaan pertama-tama berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri, bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembaca. Contohnya sinetron Indonesia hampir semuanya menggambarkan masyarakat perkotaan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas tapi faktanya 70% masyarakat Indonesia hidup di desa dengan keadaaan ekonomi menengah ke bawah. 

Permasalahan :
Segala sesuatunya pastilah ada sisi positif dan negatif, seperti kasus jurnalisme warga ini. Di satu sisi dengan berkembangnya jurnalisme warga khususnya di Indonesia ini membuat berita semakin cepat disebarkan kepada masyarakat luas (aktualitas) dan memperkuat perwujudan prinsip partisipasi publik.

Masalahnya apakah jurnalisme warga sudah memenuhi kaidah nilai berita dan kode etik jurnalistik? Apakah blog/twitter/FB termasuk ruang publik atau ruang privat? Apakah otomatis yang dimuat tersebut ke dalam blog/media sosial adalah produk jurnalistik? Inilah yang sekarang ini masih belum jelas statusnya dan masih terus diperbincangkan. Seringkali kejadian bahwa jurnalisme warga hanya mementingkan kecepatan tanpa adanya konfirmasi yang jelas mengenai kebenaran berita tersebut dan tidak memiliki cover both side, misalnya di twitter sempat beredar berita kematian Jackie Chan sampai-sampai ada group R.I.P Jackie Chan di Facebook yang ternyata semuanya adalah kabar bohong. Mereka seenaknya menulis tentang orang lain tanpa konfirmasi dan narasumber yang jelas sehingga hasilnya adalah subjektif.

      


Kesimpulan : 

Memang kalau mau kita telusuri lebih dalam, banyak jurnalisme warga yang belum mematuhi kode etik jurnalistik dengan kredibilitas yang bisa dibilang pas-pasan. Mungkin kita berpikir kalau kredibilitasnya pas-pasan, perlukah kita tetap mendukung jurnalisme warga? 

Bagi saya, dengan segala kekurangannya, jurnalisme warga adalah sebuah alternatif baru di antara dominasi pers tradisional. Warga bisa menjadi sumber berita dan pelapor yang baik disaat jurnalis professional tidak bisa meliput, contoh konkritnya seperti saat terjadinya bencana alam. 

Oleh karena itu, kita sebagai pembaca perlu memverifikasi lebih dulu setiap berita atau membandingkannya dengan sumber lain bila ada. Sekedar masukan bagi pemerintah, bahwa dengan melihat adanya semangat jurnalisme warga di Indonesia, ada baiknya pemerintah seringkali mengadakan sebuah pelatihan singkat atau seminar seputar jurnalistik dengan biaya rendah dan terjangkau sehingga diharapkan mereka yang suka untuk menjadi jurnalisme warga dapat mengetahui kode etik dan kaidah-kaidah jurnalistik.

Tertarikah anda untuk melakukan Jurnalisme Warga ?

Referensi :
-Bahan Kuliah Kapita Selekta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar