Pages

Jumat, 23 September 2011

Wow! Ada Kekerasan (Simbolik) dalam Iklan

Pembicara : Endah Muwarni

Kekerasan! Sebuah kata yang cukup menakutkan bila didengar terutama oleh kaum perempuan. Bila mendengar kata ‘kekerasan’ pertama kali yang terlintas dalam pikiran kita pasti hal negatif yang menyangkut fisik. Tapi, tahukah anda bahwa sekarang ini berkembang sebuah ‘kekerasan’ tanpa menggunakan fisik.
Bingung? Kekerasan tanpa menggunakan fisik? Untuk itu mari simak penjelasan saya di bawah ini.

Sadarkah anda, mulai dari mata melek di pagi hari hingga tidur di malam hari anda disuguhi oleh berbagai macam iklan, mulai dari media konvensional, billboard, hingga fasilitas-fasilitas umum seperti di lift, busway,dsb. Di saat persaingan bisnis kian ketat inilah membuat pengiklan tidak akan melewatkan sejengkal tempat dan waktu untuk beriklan. Misalnya, Nivea dulu identik sebagai produk pemutih kulit namun dengan gencaran iklan yang dahsyat dari Ponds membuat Ponds kini lebih dikenal masyarakat sebagai produk pemutih. Hal inilah yang membuat iklan seolah bertebaran dimana-mana karena iklan dianggap menjadi suatu hal yang penting dalam menghadapi persaingan bisnis.

Pergeseran Fungsi Iklan
Iklan pada dasarnya adalah untuk menjual atau menawarkan produk dan untuk menunjang pemasaran tapi seiring berkembangnya zaman maka terjadilah pergeseran fungsi iklan tersebut. Saat ini, iklan kini menanamkan suatu gaya hidup yang membuat kita tanpa sadar mengikuti suatu gaya yang kita lihat melalui iklan tersebut. Contohnya iklan Oreo yang mengajarkan kita cara memakannya; diputar-dijilat-dicelupin. Dari iklan itu banyak dari kita mengikuti gaya yang kita lihat saat memakan Oreo.

Iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya, tetapi mencoba membuat bagaimana sifat atau ciri produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi kita, yang membuat kita ngin membeli produk tersebut bukan dilihat dari fungsi utamanya tapi fungsi lainnya. Misalnya, jam Rolex yang dijual hingga ratusan juta rupiah dibeli dan digunakan oleh eksekutif-eksekutif bukan sebagai penunjuk waktu melainkan sebagai prestise dan untuk menunjukan statusnya.Atau pen MontBlanc dengan harga jutaan rupiah?  

 
Pergeseran fungsi iklan ini diperkuat dari ucapan Pallay yang membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua bagian :
–Fungsi informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik produk.
–Fungsi transformational, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.

Dari tadi nampaknya yang saya bicarakan hanya perihal iklan, lalu mana kekerasan simbolik nya?

Kekerasan Simbolik pada Iklan
Sebelumnya, mari kita ketahui apa itu kekerasan simbolik? Kekerasan simbolik adalah pemaksaan sistem simbolisme atau makna atas kelompok tertentu seakan-akan hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sah dan benar. Lalu, apa hubungannya dengan iklan?

Menurut Bourdieu, arena iklan tidak hanya menjadi ajang kontestasi image simbolik produk yang ingin dipasarkan namun juga image simbolik realitas sosial secara luas. "Tanpa disadari, cara kita berpenampilan, berpakaian, berjalan, makan, dan cara-cara lainnya sering terbentuk melalui iklan. Begitu pula dengan kategorisasi-kategorisasi lainnya, seperti cantik, modern, harmonis, sukses, dan lainnya," jelas Endah Murwani, pembicara dalam kuliah kapita selekta rabu kemarin. Media dan iklan sering tidak disadari, merupakan sarana yang sesungguhnya dapat digunakan untuk melakukan tindakan pembelajaran dari kelas atau kelompok sosial tertentu.

Citra-citra simbolik diproduksi melalui iklan, kita ambil saja contoh kasus pada iklan Ponds, WRP, L-Men. Misalnya iklan Ponds yang menciptakan citra bahwa perempuan harus berkulit putih dan wajah putih mulus, merona. Iklan WRP menciptakan citra bahwa perempuan harus bertubuh langsing. Sedangkan pada iklan L-Men menciptakan citra bahwa seorang pria harus bertubuh atletis dengan memiliki six pack.
 


Coba mari kita simak video dibawah ini untuk lebih jelasnya :


Video iklan WRP secara tidak langsung menanamkan pada kita bahwa seorang perempuan harus berbadan langsing dan berbentuk gitar agar dapat dilirik oleh kaum pria. Kekerasan simbolik yang ada dalam iklan WRP ini adalah Perempuan langsing = cantik!
Sedangkan pada iklan L-Men menamkan bahwa pria harus berbadan atletis dengan six pack dan otot yang menonjol bukan kurus kerempeng agar disukai oleh para perempuan. Kekerasan simbolik yang terjadi pada iklan L-Men adalah Pria atletis = ganteng!


Dari iklan tersebut akhirnya terciptalah suatu kelumrahan di masyarakat. Terciptanya kelumrahan tersebut membuat sesuatu yang disuguhkan dari iklan diterima oleh masyarakat. Buktinya, sekarang ini kaum perempuan bila bertambah berat badan satu kilo saja sudah teriak-teriak dan sudah menganggap jelek dirinya akibat berat badan yang bertambah tersebut sehingga melakukan diet ketat agar memiliki tubuh langsing sama seperti model dalam iklan WRP. Inilah yang dinamakan kekerasan simbolik! Menerima tanpa sadar dan menganggap hal yang disuguhkan oleh iklan adalah hal yang benar dan wajar. 

Kesimpulan
Kekerasan simbolik dalam iklan bukanlah kekerasan menggunakan fisik melainkan suatu keadaan dimana kita sebagai penglihat iklan mengikuti dan menerima sesuatu yang disuguhkan dari iklan yang kita lihat tersebut.

Banyak dari kita tidak menyadari bahwa tingkah laku, gaya hidup, persepsi kita, dsb dibentuk dari suguhan iklan yang kita lihat tiap harinya. Mungkin sampai saat ini banyak dari kita belum menyadari bahwa persepsi kita akan perempuan cantik seperti putih, mulus, wajah bersih dari jerawat, dll dibentuk karena kita melihat banyaknya iklan produk kecantikan. 

Kita seharusnya menjadi masyarakat yang pandai; tidak menerima dan menelan begitu saja segala hal yang disuguhi oleh iklan. Ada baiknya coba kita berpikir kritis terlebih dahulu apakah perlu kita terima hal yang disuguhkan oleh iklan tersebut atau tidak.

Jadi, apakah anda telah menjadi korban kekerasan simbolik dari iklan? Semoga tidak..:)


Referensi :
- Bahan kuliah kapita selekta
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/1932

Sabtu, 17 September 2011

Ketika Warga Biasa Menjadi Jurnalis – Antara Kebutuhan dan Problem

Pembicara : Agus Sudibyo ( Dewan Pers )


 

Apa yang terlintas di pikiran anda ketika melihat kumpulan video tsunami diatas? Apakah anda berpikir betapa hebatnya seorang jurnalis yang dapat memprediksi kapan dan dimana datangnya bencana alam sehingga mereka sudah siap-siap berada di lokasi kejadian?

Tentu tidak, jurnalis bukan seperti almh. Mama Lauren yang bisa meramal kejadian yang akan datang. Video di atas bukanlah hasil rekaman para jurnalis professional melainkan warga yang kebetulan sedang berada di lokasi kejadian dan merekamnya yang kemudian video tersebut diizinkan untuk dipublikasi oleh para jurnalis kepada masyarakat luas. Inilah yang dinamakan jurnalisme warga.

Apa itu Jurnalisme Warga?

Jurnalisme warga atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif warga negara dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. Jurnalisme warga adalah bentuk khusus dari media warga yang informasinya berasal dari warga itu sendiri. Dengan berkembangnya jurnalisme warga maka menempatkan masyarakat sebagai wartawan, masyarakat tidak lagi sekedar menjadi penonton tapi juga turut aktif sebagai problem solving.

Bentuk model pewartaan semacam ini makin mendapat sambutan ketika internet berkembang. Berbagai layanan seperti weblog, chat room, mailing list, facebook, twitter, bahkan layanan video seperti Youtube memungkinkan siapa pun menjadi pewarta. Ditambah lagi bahwa teknologi yang semakin lama semakin murah, dengan bermodalkan handphone kamera seharga 200 hingga 300 ribu rupiah, anda sudah bisa menjadi jurnalis warga. Ketika melihat sesuatu yang bisa dijadikan berita, seperti melihat adanya kebakaran, kecelakaan, dsb; anda tinggal memotretnya dengan handphone dan disebarluaskan.
Contoh Jurnalisme Warga melalui Twitter
Tak hanya melalui internet saja, melalui media konvensional pun anda bisa  melakukan kegiatan jurnalistik,. Seperti stasiun radio dan televisi yang memberikan fasilitas bagi anda untuk dapat melakukan kegiatan jurnalistik. Misalnya, radio Sonora yang memberikan kesempatan kepada anda untuk melaporkan info lalu lintas seperti kemacetan. Di televisi juga tersedia bagi anda untuk mengirimkan video hasil liputan anda yang mengandung nilai berita seperti di SCTV (citizen6@liputan6.com) atau Metro TV. Jika Anda sudah melakukan salah satu daripada itu anda telah melakukan jurnalisme warga!

SCTV yang mendukung Jurnalisme Warga melalui program Citizen6


Kenapa Harus Jurnalisme Warga?

Lama kelamaan dengan bergulirnya waktu membuat jurnalisme warga yang tadinya lebih berkembang di luar negeri sekarang semakin marak dan berkembang juga di Indonesia.
Pertanyaannya, Mengapa justru jurnalisme warga yang semakin berkembang bukan jurnalisme yang sebenarnya?
Menurut Bpk. Agus Sudibyo saat memberi kuliah Kapita Selekta minggu lalu, jawabannya adalah karena adanya paradoks komunikasi massa. Maksudnya, bahwa komunikasi massa sesungguhnya melibatkan semua orang untuk dapat menjadi komunikator tetapi faktanya media massa seperti TV, media cetak, dll hanya melakukan komunikasi satu arah, penonton hanya pasif tidak dapat memberi respon apapun yang menyebabkan terjadinya difusi informasi. Contoh saat lebaran kemarin banyak yang meninggal akibat kecelakaan dalam perjalanan pulang kampung tapi tidak semua nya diberitakan oleh media. Sedangkan ketika istri Saiful Jamil meninggal maka ramai-ramai tiap media memberitakan berita tersebut. Disinilah bahwa terlihat media tidak adil. 

Selain itu, media serasa asik dengan dirinya sendiri, seakan tahu akan kebutuhan masyarakat tapi kenyataannya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Media tidak benar-benar menyadari pelibatan publik dalam penentuan agenda setting media sebagai konsekuensi status ruang publik. Menentukan skala prioritas pemberitaan pertama-tama berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri, bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembaca. Contohnya sinetron Indonesia hampir semuanya menggambarkan masyarakat perkotaan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas tapi faktanya 70% masyarakat Indonesia hidup di desa dengan keadaaan ekonomi menengah ke bawah. 

Permasalahan :
Segala sesuatunya pastilah ada sisi positif dan negatif, seperti kasus jurnalisme warga ini. Di satu sisi dengan berkembangnya jurnalisme warga khususnya di Indonesia ini membuat berita semakin cepat disebarkan kepada masyarakat luas (aktualitas) dan memperkuat perwujudan prinsip partisipasi publik.

Masalahnya apakah jurnalisme warga sudah memenuhi kaidah nilai berita dan kode etik jurnalistik? Apakah blog/twitter/FB termasuk ruang publik atau ruang privat? Apakah otomatis yang dimuat tersebut ke dalam blog/media sosial adalah produk jurnalistik? Inilah yang sekarang ini masih belum jelas statusnya dan masih terus diperbincangkan. Seringkali kejadian bahwa jurnalisme warga hanya mementingkan kecepatan tanpa adanya konfirmasi yang jelas mengenai kebenaran berita tersebut dan tidak memiliki cover both side, misalnya di twitter sempat beredar berita kematian Jackie Chan sampai-sampai ada group R.I.P Jackie Chan di Facebook yang ternyata semuanya adalah kabar bohong. Mereka seenaknya menulis tentang orang lain tanpa konfirmasi dan narasumber yang jelas sehingga hasilnya adalah subjektif.

      


Kesimpulan : 

Memang kalau mau kita telusuri lebih dalam, banyak jurnalisme warga yang belum mematuhi kode etik jurnalistik dengan kredibilitas yang bisa dibilang pas-pasan. Mungkin kita berpikir kalau kredibilitasnya pas-pasan, perlukah kita tetap mendukung jurnalisme warga? 

Bagi saya, dengan segala kekurangannya, jurnalisme warga adalah sebuah alternatif baru di antara dominasi pers tradisional. Warga bisa menjadi sumber berita dan pelapor yang baik disaat jurnalis professional tidak bisa meliput, contoh konkritnya seperti saat terjadinya bencana alam. 

Oleh karena itu, kita sebagai pembaca perlu memverifikasi lebih dulu setiap berita atau membandingkannya dengan sumber lain bila ada. Sekedar masukan bagi pemerintah, bahwa dengan melihat adanya semangat jurnalisme warga di Indonesia, ada baiknya pemerintah seringkali mengadakan sebuah pelatihan singkat atau seminar seputar jurnalistik dengan biaya rendah dan terjangkau sehingga diharapkan mereka yang suka untuk menjadi jurnalisme warga dapat mengetahui kode etik dan kaidah-kaidah jurnalistik.

Tertarikah anda untuk melakukan Jurnalisme Warga ?

Referensi :
-Bahan Kuliah Kapita Selekta

Selasa, 13 September 2011

Perancis Punya Cerita~français ont une histoire

Pembicara : Madam Christine

Apa yang pertama kali muncul di benak anda ketika mendengar negara Perancis? Menara Eiffel, Fashion, Parfum, atau mungkin tas LV ? Tahukah anda bahwa sesungguhnya negara Perancis menyimpan sejarah kisah “jatuh bangun” dalam pemerintahannya pada zaman dahulu serta budaya-budaya nya?

Sekilas Perancis
Perancis adalah sebuah negara kecil yang terletak di sebelah barat Eropa dengan jumlah penduduk hanya 50 – 60 juta ribu orang. Negara dengan bendera berwarna biru-putih-merah secara vertical ini lahir pada abad 600-700 dengan terdiri dari berbagai macam suku dan penduduk Romawi. Di tahun 800 lahirlah kerajaan Perancis dengan dipimpin oleh Raja Charlemagne.
Raja Charlemagne
Budaya Perancis
Mungkin selama ini anda hanya mengira bahwa orang Perancis adalah orang-orang yang sangat memperhatikan mode atau fashion. Tapi tahukah anda bahwa ternyata orang Perancis merupakan tipe orang yang menghargai dan mencintai budayanya sendiri hingga mereka jarang mau menggunakan bahasa Inggris karena cinta akan bahasa Perancis, kata Madam Christine.

Bahasa Perancis lahir pada abad kurang lebih ke 15. Bahasa Perancis merupakan turunan dari beberapa bahasa seperti Bahasa Romawi, Bahasa Portugis, Spanyol, Italia, dan Romania. Di tahun 1450-an untuk pertama kalinya Bahasa Perancis menjadi bahasa resmi yang digunakan oleh semua masyarakat Prancis sebagai bahasa sehari-hari baik lisan maupun tulisan.

Kira-kira di tahun 1515, Raja Perancis mencoba menduduki Italia namun gagal. Oleh karena itu masuklah beberapa seni dan sastra Itali ke Perancis dan orang Perancislah memperbaiki sekaligus meniru seni dari Itali sehingga Perancis Pusat memiliki gedung arsitektur yang mirip dengan Itali.

Di abad 17 Perancis dikenal sebagai Le grand Siecle l’epque Classique atau abad besar. Saat itu sastra Perancis sangat terkenal di Eropa khususnya teater maka di abad itu juga diciptakan sebuah badan Academie Francaise sebagai badan untuk mendukung budaya dan sastra sehingga badan tersebut pula melakukan perbaikan atau pembaruan bahasa Perancis karena bahasa Perancis dianggap sebagai bahasa berbudaya.

Academie Francaise
Abad 18, bahasa Perancis digunakan di seluruh Eropa dari London hingga Moskow sebagai bahasa terpelajar.

Jatuh Bangun Sistem Pemerintahan
Raja yang paling terkenal di Perancis adalah Louis XVI dengan istrinya Marie Antoinette yang berkuasa kurang lebih 60 tahun. Akibatnya terjadilah Revolusi Perancis di tahun 1789.

Meletusnya Revolusi Perancis diakibatkan pemerintahan yang terlalu absolute, raja dan istri hidup berfoya-foya dan semena-mena terhadap rakyat. sebelum meletus Revolusi Perancis, masyarakat Perancis digolongkan menjadi 3 kasta. Kasta pertama adalah Raja termasuk pangeran, menteri, gubernur. Kasta kedua adalah pendeta dan kasta ketiga adalah Tiers Etat / rakyat. Di abad 18 kelompok masyarakat 3 tersebut makin terpelajar, makin kuat dan kaya sehingga mereka berusaha agar rezim kerajaan atau monarki diakhiri.

Kemudian muncul tokoh Bonaparte yaitu seorang jendral yang sukses dalam perang Itali dan Mesir, yang mengambil alih pemerintahan. Bonaparte membentuk sistem pemerintahan Consulat; bukan republic tapi ditiru secara Romawi.
Tahun 1802, Bonaparte membentuk empereur. Masyarakat yang tidak mau dipimpin oleh raja kembali ke gaya yang ditiru dari Julius Caesar.
Tahun 1870, sistem monarki kembali
Tahun 1848, ada upaya ke rezim Republik II tapi Cuma beberapa bulan di bawah otoritas Lamatine lalu kembali lagi ke Monarki.
Tahun 1851, keponakan Napoleon mencalonkan diri menjadi Presiden dan berhasil namun terjadi Coup d’Etat ( Kudeta ) sehingga menjadi dipimpin oleh Napoleon 3.
Tahun 1852, sastrawan terkenal Perancis Victor Hugo mengasingkan diri hingga Napoleon 3 turun. Hingga akhirnya tahun 1876 Victor Hugo kembali keluar dari pengasingan,
Dengan segala kisah panjang sistem pemerintahan sekarang Perancis telah menjadi negara republik.


Opini Pribadi
Negara Perancis yang kecil dengan penduduk yang tidak terlalu banyak kini telah menjadi suatu negara yang boleh dikatakan sebagai negara maju. Seharusnya, kita sebagai penduduk Negara Indonesia dengan penduduk yang banyak dan SDA yang berlimpah, berkaca pada keberhasilan negara Perancis.

Ada baiknya Indonesia mengikuti negara Prancis yang membatasi masuknya budaya barat ke negerinya.
Warga Perancis sangat mencintai budaya nya sendiri hingga dibentuk suatu badan Academie Francaise untuk mendukung budaya mereka, mereka juga mencintai bahasa mereka sendiri. Bandingkan dengan Indonesia yang semakin lama semakin cuek dengan budaya sendiri, anak kecil jaman sekarang tidak lagi diajarkan di sekolah mengenai budaya Indonesia seperti lagu budaya, tempat sejarah, dll. Pelajaran budaya Indonesia di sekolah berangsur-angsur dihilangkan. Orang jaman sekarang lebih bangga akan menggunakan bahasa Inggris; orang tua berbicara Inggris kepada anaknya sejak lahir, sekolah di sekolah internasional. Bahkan cucu dari mantan presiden RI B.J Habibie pun tidak bisa berbahasa Indonesia hingga salah satu wartawan TV harus menggunakan bahasa Inggris saat akan mewawancarai cucu mantan presiden tersebut. Tak heran sedikit demi sedikit budaya Indonesia hilang dan diklaim oleh Malaysia sebagai budaya mereka. Semua karena bangsa kita yang seolah-olah melupakan dan membiarkan budaya Indonesia alias “bodo amat”. Giliran sudah diklaim oleh Malaysia barulah orang Indonesia marah seperti kebakaran jenggot. 

Sifat cuek Mayarakat Indonesia berujung pada Pemerintahan Indonesia sekarang yang bisa dikatakan ‘hancur’. Para pemimpin negara nampaknya hanya mementingkan kepentingan pribadi mereka bukan kepentingan rakyat atau negara. 

Boleh coba kita berkaca dan belajar pada pemerintahan Perancis yang sudah mantap tersebut. Pejabat DPR kita memang sering ke luar negeri dengan alasan kepada rakyat untuk ‘belajar’ alias study banding tapi nyatanya kok tak ada perubahan ya?? Entahlah apakah pejabat DPR tersebut benar ‘belajar’ atau ‘belanja’??


Referensi :
- Bahan Kuliah Kapita Selekta
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perancis
- http://muhammadabrory.wordpress.com/2011/01/06/85-charlemagne-742-814/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Perancis